Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (KIBAR), Syaiful Bahari, mengungkapkan keprihatinannya terhadap program makan siang gratis yang diinisiasi oleh Prabowo-Gibran.
Menurutnya, program ini berpotensi menimbulkan ketidakstabilan pada pasokan beras di pasar, menyebabkan kenaikan harga dan bahkan kelangkaan komoditas tersebut.
Syaiful menyoroti kebutuhan beras mencapai 6,7 juta ton per tahun untuk mendukung program ini. Angka ini setara dengan sepertiga dari total produksi beras di Jawa, yang rata-ratanya mencapai 20 juta ton per tahun.
Jawa sendiri merupakan penyumbang terbesar beras dan memiliki populasi terbanyak di Indonesia.
“Dengan penggunaan 6,7 juta ton untuk program gratis, pasti akan menciptakan distorsi pasokan beras di pasar, dan berdampak pada kenaikan harga serta kelangkaan beras,” ujar Syaiful dalam pernyataannya kepada Tempo pada Sabtu, 24 Februari 2024.
Syaiful juga membandingkan program ini dengan program Bansos beras pemerintah yang menggunakan beras dalam jumlah jauh lebih kecil, namun sudah mampu mempengaruhi harga beras meski ditopang dengan beras impor.
Lebih lanjut, Syaiful memperingatkan bahwa program ini akan mengambil sebagian besar produksi beras nasional, membuat beras menjadi barang langka dan mahal, serta meningkatkan ketergantungan pada impor.
Selain aspek pasokan, Syaiful menilai program ini menciptakan diskriminasi terhadap rakyat Indonesia.
Dengan alasan tertentu, program pangan gratis yang ditujukan untuk 82,9 juta penduduk miskin dianggap mengorbankan 179 juta orang lainnya yang harus menghadapi harga beras yang melonjak.
“Ini disebut inkonstitusional, karena melindungi sekelompok warga namun mengorbankan mayoritas yang juga memiliki hak atas pangan murah,” tegas Syaiful.
Menurutnya, program makan gratis tidak terkait dengan konsep swasembada dan justru berpotensi merusak struktur produksi, pasar, dan harga di dalam negeri, menciptakan situasi yang semakin diskriminatif.
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN), Budiman Sudjatmiko, sebelumnya menyatakan bahwa program ini akan membutuhkan 6,7 juta ton beras per tahun, 1,2 juta ton daging ayam, 500 ribu ton daging sapi, 1 juta ton daging ikan, berbagai jenis sayur-mayur, buah-buahan, dan 4 juta kiloliter susu sapi segar.
Pemerintah berencana melibatkan konsep collaborative farming melibatkan industri pangan nasional, serta memanfaatkan desa sebagai basis produksi untuk memenuhi kebutuhan program tersebut.
Diperkirakan sekitar 10 ribu desa dari total 74.961 desa akan dilibatkan dalam memproduksi padi untuk mendukung program ini, kata Budiman.***